Hari ini untuk pertama kalinya Aku mampir ke (calon) kampus untuk Studi Magister. Ada perasaan bangga sekaligus sedikit khawatir menginjakkan kaki sebagai mahasiswa. Bangga karena di satu sisi, mantan mahasiswa medioker sepertiku bisa kembali melanjutkan studi di sebuah kampus bergengsi yaitu Universitas Padjajaran dan Rikkyo University (Jepang). Khawatir dikarenakan aku tidak bisa menyelesaikan studi ini dengan baik seperti rekan-rekan atau seniorku sebelumnya.
Ya, pada bulan Januari tahun ini, aku diumumkan lulus sebagai salah satu Peserta Program Penerima Beasiswa Pusbindiklatren Bappenas Tahun 2024 pada Program Magister Ekonomi Terapan di Universitas Padjajaran – Rikkyo University, jepang.
Bila tidak ada aral melintang, aku akan mulai menjalani perkuliahan pada 5 agustus 2024 selama 3 Semester di kampus Unpad dan 1 semester di kampus Rikkyo University, Jepang.
Akupun merasa senang karena bisa datang ke kampus menggunakan celana jeans, kemeja casual, dan sneakers. Beginilah mahasiswa seharusnya, ucapku dalam hati.
Maklum, dulu aku selalu mengenakan seragam karena sekolah kedinasan.
Sejujurnya, sebagai seorang Bapak beristri 1 dan beranak 1, Aku sering meragukan apakah lanjut studi magister ini adalah sebuah keputusan yang tepat dalam hidupku.
Saat akan memproses daftar ulang, Kepala BKPSDM memperingatkanku bahwa beasiswa ini sangat minim pembiayaan dan cukup banyak awardee beasiswanya yang mengeluhkan kondisi keuangannya saat kuliah nanti.
Beliau lebih menyarankan aku langsung mengambil beasiswa penuh di luar negeri tanpa embel-embel kuliah di Indonesia, linkage, cost sharing, dan semacamnya.
Namun, karena aku sudah terlanjur lulus program ini dan rasanya terlalu sombong jika aku tidak mengambilnya wkwkwk. Ya sudah, mari kita bismillah saja lah.
Mengapa lanjut kuliah lagi?
Kalau memang kurang sreg dengan pembiayaannya, lalu mengapa dulu ikut seleksi?
Satu-satunya yang menjadi alasanku ingin kuliah lagi adalah karena Aku ingin menemani istri untuk menempuh studi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Sebelum menikah dulu, aku pernah berjanji kepada istri bahwa aku akan membantunya menjadi seorang dokter spesialis apapun yang terjadi.
Mengenakan sneli lengan panjang yang merupakan jas kebanggan dokter spesialis atau mahasiswa PPDS adalah impiannya sejak dulu.
Saat artikel ini rilis, istriku sedang menjalani seleksi PPDS untuk program studi radiologi di Universitas Padjajaran, Bandung.
Rencana ini memang sudah kami persiapkan sejak lama dan sebagai konsekuensinya, Aku siap memberikan dukungan penuh terhadap kesuksesan studi istri.
Alhamdulillah, Allah berikan rezeki lainnya dalam bentuk kelulusan istri pada program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk Calon Dokter Spesialis pada akhir tahun 2023 lalu (silakan simak sharingnya terkait tips dan trik LPDP di sini).
Momentum ini tidak boleh disia-siakan karena bisa jadi inilah wasilah dari Allah untuk menepati janjiku sebelum menikah dulu.
Dan, bisa jadi ini akan mengubah hidup kami secara signifikan.
Tentunya, Aku tidak boleh membiarkan istri menjalani seluruh proses pendaftaran bahkan perkuliahan ini sendirian.
Saat mendapatkan pengumuman Program Beasiswa Pusbindiklatren untuk Magister Ekonomi Terapan di Universitas Padjajaran, Bandung, Aku pun memutuskan untuk mencoba mengikuti seleksi beasiswa ini pada bulan Desember tahun lalu.
Qadarullah, Allah tanggal 19 Januari 2024 lalu, Aku dinyatakan lulus dalam seleksi beasiswa ini meskipun dengan nilai pas-pasan hahahaha.
Apakah mendapatkan gelar magister akan berpengaruh terhadap karirku?
Sejujurnya, Aku tidak pernah berpikir gelar magister memiliki korelasi positif dengan jenjang karir seseorang di dunia pemerintahan.
Terlebih saat ini, sejak 1 Agustus 2020, Aku sudah mutasi dari instansi vertikal ke lingkungan Pemerintah Daerah.
Iklim di Pemda ini memang tidak terlalu mendukung bagi PNS yang memiliki jiwa akademik. Lebih cocok untuk orang-orang yang mampu menyesuaikan diri dengan sistem yang ada.
Aku pun yakin, setelah studi ini, aku akan kembali menjadi pegawai biasa yang dituntut dengan segala target kinerja dengan gaji yang rendah hati.
Dari awal Aku sudah menyiapkan diri agar tidak pernah berharap bahwa studi ini akan berpengaruh besar terhadap kehidupan keluargaku, terutama dari sisi finansial.
Justru saat ini, aku lebih berusaha mendukung istriku habis-habisan agar bisa mendapatkan gelar dokter spesialis.
Estimasi penghasilan yang ia dapatkan berkali-kali lipat dari penghasilanku saat ini.
Bahkan, anggaplah aku berhasil menduduki kursi jabatan tertinggi di Pemerintah Daerah, penghasilan tersebut tidak akan pernah melampai range penghasilan seorang dokter spesialis (setidaknya begitu .
Mengapa aku harus ngotot habis-habisan berkarir dengan jalan yang berdarah-darah untuk perkiraan penghasilan yang menurutku sangat tidak sebanding dengan tanggungjawabnya?
Bukan berarti aku malas-malasan bekerja dan sama sekali tidak tertarik dengan jabatan lho ya!
Tidak!
Dengan seluruh opsi yang ada saat ini, pilihan terbaik untuk mengubah hidup keluarga kami bahkan hingga anak cucu adalah dengan memberikan dukungan penuh kepada istri agar menjadi seorang dokter spesialis yang sukes.
Dan untuk itu, Aku siap mengorbankan apapun!
Aku pun tidak muluk-muluk dalam menyusun target kuliahku. Lulus tepat waktu dengan IPK apa adanya saja sudah cukup. Yang penting, istriku bisa menyelesaikan kuliahnya dengan baik tanpa kendala, terutama kendala keuangan.
Percayalah, Pendidikan Dokter spesialis tidak seperti Pendidikan master ataupun doktoral. Dibutuhkan fisik yang sehat, mental yang kuat, kesabaran seluas samudera, dan juga uang yang lebih dari cukup untuk menyelesaikan studi ini.
Juga, anakku harus mendapatkan haknya tanpa kurang satu apapun meskipun kedua orangtuanya sedang berjibaku dengan pendidikan. Kalaulah Allah mentakdirkan kami berdua menjadi mahasiswa di tahun ini, tumbuh kembang anak kami tidak boleh terabaikan.
Dua hal ini menjadi prioritas utamaku saat ini, tentunya dengan tidak menyampingkan amanah yang sudah Allah berikan padaku saat ini.
Bagaimana jika ternyata rencana ini tidak berjalan seperti yang kami inginkan?
Well, jujur saya, istriku sudah sangat pesimis menghadapi ujian tulis dan wawancara saat seleksi PPDS minggu lalu. Ujian seperti itu belum pernah ada dalam bayangannya. Entah karena kurang persiapan, atau memang ujiannya yang mengejutkan.
Kami pun sudah menyiapkan beberapa alternatif jikalau memang Sang Istri belum rezekinya untuk melanjutkan studi pada periode ini.
Yang jelas, Kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk memberikan yang terbaik untuk keluarga kecil ini.
Pada akhirnya, kami hanya bisa berserah diri terhadap takdir yang nanti akan Allah berikan pada kami di tanggal 2 Agustus 2024 nanti saat pengumuman seleksi PPDS.
Apakah Aku yang saat ini bisa kuliah dengan celana jeans bisa mendampingi istriku untuk lanjut studi mengenakan jas PPDS-nya di tahun ini?
Apapun hasilnya nanti, pastilah yang terbaik dari Allah untuk kami!
Hybrid government employee and internet marketing enthusiast. Blog ini berisi pengalaman-pengalaman saya dalam dunia birokrasi, statistik, internet marketing, bisnis online dan juga hal-hal menarik lainnya.