Percaya atau tidak, hadirnya Instagram mulai memengaruhi kehidupan saya dan anda. Entah itu dalam konteks negatif, ataupun positif. Sepakat?
Mari, saya ceritakan sedikit pengalaman saya setelah sekian lama menggunakan media sosial yang satu ini.
Saat mudik lebaran kemarin, banyak hal yang saya diskusikan dengan sahabat-sahabat saya. Mulai dari sahabat SMP, SMA bahkan perkuliahan. Beragam tema mulai kami angkat, dari hal yang sudah laim seperti pernikahan, pekerjaan, studi Magister dan banyak hal tidak penting lainnya.
Satu hal menarik yang kami bicarakan adalah bagaimana pola dan tingkah laku pengguna Instagram. Media sosial dengan pengguna hingga 800 juta lebih ini mulai memberikan dampak psikologis terhadap banyak penggunanya.
Berdasarkan salah satu riset yang bisa anda baca disini, Instagram merupakan media sosial terburuk bagi kesehatan mental. disebutkan bahwa anak muda yang menghabiskan lebih dari 2 jam di media sosial, lebih mudah berada dalam kondisi tertekan, stress dan semacamnya. Aplikasi berbagi foto dan video ini dekat hubungannya dengan kegelisahan, depresi, dan perasaan kehilangan.
Masih berdasarkan riset yang sama, berdasarkan urutan manfaat positif, Youtube berada di peringkat pertama, disusul oleh Twitter. Lalu Facebook, di urutan ke empat adalah Snapchat, dan yang terakhir adalah Instagram. Terbukti, Instagram mulai memberkan dampak negatif terutama dari sisi kepuasan hidup.
Mungkin banyak yang tidak setuju dengan hasil survei tersebut. Ada juga yang menolak karena merasa Instagram adalah media sosial yang menyenangkan, mampu membangun komunitas dan menambah wawasan. Tapi dari hasil obrolan saya dan beberapa rekan, kami sepertinya sama-sama sepakat bahwa Instagram juga bisa memberikan pengaruh yang kurang baik dari sisi psikologis.
Bagaimana Instagram Mempengaruhi Kesehatan Mental ?
Sejatinya, Instagram adalah tempat pamer. Iya, P A M E R ! Salah satu kebutuhan dasar manusia yang diperlukan di era digital ini adalah pengakuan. Dan media sosial memberikan ruang kepada setiap penggunanya untuk mendapatkan pengakuan tersebut, baik itu pengakuan karena karya atau karena sensasi semata.
Instagram memfasilitasi penggunanya untuk berbagi berbagai hal. Entah itu foto, karya desain, video, dan semacamnya. Dan harus diakui, konten terbanyak yang dimuat di Instagram adalah hal-hal membahagikaan dan momen hits yang terjadi kepada diri seseorang.
Ada yang sedang liburan, kuliah di luar negeri, bridal shower, pernikahan, unboxing barang mewah, dll. Bahkan makin kesini, model postingan semakin beragam dan benar-benar terkesan ingin pamer. Mulai dari mobil baru, rumah baru, hingga struk belanjaan pun di posting. Intinya, semua momen berkesan haruslah di rekam di Instagram.
Sebagai pengguna, tentu saja membagikan konten apapun di Instagram adalah hal yang sah. Tidak ada hukum yang dilanggar selagi memang itu merupakan milik sendiri. Silakan berbagi apa saja, karena toh kuota internet beli sendiri. Tidak ada hak bagi siapapun untuk mengatur apa yang ingin kita posting.
Tapi seiring waktu, berbagi kebahagiaan ini mulai terasa menyakitkan bagi sebagian orang. Iya, Instagram tidak selamanya membawa dampak positif bagi penggunanya.
Salah seorang rekan saya pernah bercerita bahwa ia sendiri mulai merasa risih dengan berbagai postingan rekan sejawatnya di Instagram.
Hal ini dikarenakan ia merasa tertinggal dibandingkan dengan teman-temannya dari sisi pencapaian hidup.
Ada yang sudah menikah dan punya anak. Ada juga yang masih single, tapi melanjutkan kuliah ke luar negeri.
Ada juga yang bekerja tapi dengan pencapaian yang luar biasa. Sedangkan ia ? Masih hanya sebatas pekerja kantoran biasa di Ibukota, dan masih jomblo, masih dengan gelar Sarjana.
Teman saya yang lain pun pernah merasa sedikit depresi karena terus-terusan melihat postingan tentang anak bayi oleh rekan sejawatnya.
Ada perasaan tertekan bila melihat kawan yang lain membagikan foto bayi dan segala pernak-pernik kehidupan motherhood. Hal ini mungkin disebabkan Ia yang sudah beberapa tahun menikah belum diberikan rezeki anak oleh Sang Maha Kuasa.
Padahal bila dibandingkan dengan kami-kami yang sejawatnya ini, ia merupakan kawan yang memiliki progress kehidupan yang jauh lebih cepat. Sudah menyelesaikan studi S-2, sudah menikah, dan bekerja di BUMN ternama di negeri ini.
Dan saya yakin, masih banyak orang yang merasakan hal seperti ini, termasuk anda. Iya, sama, saya juga merasakan, kok!
Yang lain liburan, kita masih kerja. Yang lain makan di kafe, kita masih di warteg. Yang lain sudah menikah, kita masih jadi jomblo. Dan begitulah siklus Instagram ini terus berlanjut hingga kita merasa puas dengan apa yang dimiliki, entah kapan itu.
Sikap Yang Benar Sebagai Pengguna Instagram
Kita tidak bisa mengubah apa yang dilakukan orang lain. Kita sama sekali tidak berhak untuk mengatur apa saja yang akan dibagikan oleh sesama pengguna Instagram. Mengutip dari Buku 7 Habits of Highly Effective People, kita hanya bisa mengendalikan diri kita sendiri untuk menciptakan kondisi seideal mungkin. The happiness is yours !
Karenanya, berikut saran-saran yang bisa anda terapkan agar anda “lebih sehat” dan tidak mudah terpengaruh dalam menggunakan Instagram.
- Bijak Bermain Media Sosial
Media sosial bukan hanya sekedar mainan. Butuh kedewasaan untuk menyikapi apa yang tampil di layar Smartphone kita. Bila tidak, bersiaplah untuk menghadapi perasaan iri dan tidak pernah cukup atas apa yang kita miliki.
Gunakan media sosial sewajarnya. Jangan terus-terusan kepo dan ingin tahu dengan kondisi orang lain. Saya sendiri sering bertanya kepada diri sendiri, buat apa saya tahu kabar orang-orang yang belum tentu peduli kepada saya ? Apa gunanya ? Saat saya senang mereka pun belum tentu ada di samping, saat susah apa lagi.
Saringlah hal apa saja yang ingin anda ketahui. Instagram merupakan platform yang sangat baik untuk mendapatkan informasi. Manfaatkan sebaik mungkin ! Jangan sampai terlena hanya karena ingin scrolling dan posting. Kecuali hal tersebut memang bermanfaat untuk dilakukan.
Berbagi sewajarnya. Tidak perlu ikut-ikutan trend bila anda bukan seorang selebgram atau influencer. Percaya atau tidak, keinginan posting di Instagram akan terus diikuti oleh perasaan ingin lebih baik dari postingan sebelumnya. Bila postingan sebelumnya sudah liburan ke tempat A, berarti berikutnya ingin ke tempat B. Bila sebelumnya hanya pakai baju sederhana, berikutnya harus pakai baju yang lebih gaya dan baru.
Tidak usah pedulikan jumlah likes, comment, ataupun followers. Mereka bukanlah tolak ukur keberhasilanmu dalam menggunakan Instagram. Bagikan saja hal-hal yang menurutmu baik. Maka setelahnya, akan banyak kebaikan yang datang kepadamu.
- Percayalah, Instagram Tidak Seindah Yang Terlihat
Saya selalu percaya, bahwa setiap orang punya masalah. Hanya saja, tidak semua masalah ini perlu diketahui oleh orang lain. Cukup diselesaikan di dunia nyata, dan tidak perlu dibawa ke dunia maya. Begitulah prinsip menggunakan media sosial.
Tidak semua orang menampilkan masalahnya di Instagram. Mereka hanya menampakkan hal yang menyenangkan saja. Karena memang sejatinya, Instagram dibuat untuk bersenang-senang. Jadi, tidak perlu baper dengan apa yang tampil di beranda.
Bila ada orang yang sepertinya selalu hidup bahagia, itu memang karena ia memilih untuk menampakkan hal-hal yang baik saja.
Instagram tidak selalu indah seperti yang terlihat bukan ? The struggle is real. Sebagai orang yang pernah mencoba menekuni dunia fotografi, saya paham bahwa mengambil sebuah foto ataupun video yang baik butuh usaha yang sangat maksimal. Satu kali foto keren di Instagram mungkin didahului oleh 10 foto sebelumnya ditambah omelan dari fotografer amatir.
Ohh ya, saya menemukan sebuah thread yang sangat bagus dari seorang influencer bernama @catwomanizer tentang bagaimana kisah pilu dibalik dunia Instagram yang sepertinya terlihat begitu mewah dan menakjubkan. Anda bisa membaca artikel keren itu disini. Dan terima kasih banyak buat cici yang udah sharing hal begini.
Silakan baca artikel tersebut dan anda akan menyimpulkan bahwa tidak semua yang anda lihat di Instagram itu nyata. Ada yang sehari liburan namun gonta-ganti baju beberapa kali agar bila di posting terkesan jalan-jalan di waktu yang berbeda.
Ada selebgram yang selalu terlihat hits dan glamour tapi ternyata hanya mengandalkan Paid Promote dan Endorse untuk bertahan hidup. Bahkan ada pasangan yang terlihat mesra di Instagram tapi setelah posting malah sibuk dengan selingkuhan masing-masing. Ada yang sengaja bawa paper bag kosong saat liburan di Singapura dan berfoto bak abis shopping.
Begitulah dunia maya. Hanya menampilkan output, tidak memperlihatkan proses. Hanya pamer kesuksesan, tapi melupakan kegagalan yang pernah terjadi.
- Berhentilah Membandingkan Diri Dengan Orang Lain
Sebenarnya, inilah pangkal masalahnya. Kita terlalu sibuk membandingkan diri dengan orang lain sehingga merasa selalu ada yang kurang dengan diri kita. Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau daripada rumput kita, padahal sintetis. Begitulah dunia Instagram !
Saat kita hanya posting dengan pakai motor, maka bisa jadi kita akan iri dengan orang yang sudah memiliki mobil. Saat kita masih kerja serabutan, kita akan iri dengan orang yang sudah mendapatkan pekerjaan tetap. Saat kita masih sibuk foto sendiri, akan ada masanya iri dengan sahabat yang sudah menikah.
Kuncinya sederhana, bersyukur dengan keadaanmu sekarang !
Life is not always going your ways.
Begitulah kata seorang sahabat kepada saya. Tidak semua yang kita inginkan terjadi dengan mudahnya. Ada usaha dan doa yang harus terus kita upayakan agar kehidupan kita terus membaik setiap harinya.
Tidak perlu khawatir dengan apa yang sudah dicapai oleh temanmu di Instagram. Jadikan saja sebagai pemicu agar dirimu menjadi lebih baik.
- Batasi Diri Menggunakan Instagram
Bila anda merasa bermain Instagram terlalu menyita waktu dan membuat hati semakin mringis, maka ada baiknya anda mulai berpikir untuk membatasi diri menggunakan media sosial ini.
Seorang kawan saya memilih untuk meng-unfollow teman-teman yang dirasa annoying bagi dirinya. Meng-unfollow bukan berarti memutus silaturahmi. Meng-unfollow berarti mulai menyeleksi apa saja yang perlu diketahui dalam hidup ini.
Saya sendiri, memilih untuk menggunakan Instagram dalam waktu tertentu saja. Mungkin hanya seminggu sekali atau dua kali. Sisanya ? Log out maksimal. Bila ada waktu kosong, barulah saya login dan memuaskan diri. Setelahnya ? Log out kembali sampai waktu yang tidak ditentukan.
Rasanya, ada perasaan lega bila tidak mengetahui kehidupan orang lain. Waktu pun menjadi lebih efektif dan efisien. Banyak hal baik yang bisa dilakukan dengan mengalihkan waktu stalking Instagram.
Penutup
Instagram memberikan kesempatan kepada penggunanya untuk membagikan banyak hal. Sebagai pengguna, kita juga harus cerdas dalam memilih hal apa saja yang ingin kita lihat. Cukup ambil yang positif saja, buang yang negatif. Begitulah cara terbaik dalam menggunakan media sosial.
Lagipula ini cuma Instagram, tidak usah terlalu serius ! Kecuali anda berbisnis menggunakan Instagram.
Hybrid government employee and internet marketing enthusiast. Blog ini berisi pengalaman-pengalaman saya dalam dunia birokrasi, statistik, internet marketing, bisnis online dan juga hal-hal menarik lainnya.